Translate

Thursday, 16 May 2013

makalah identifikasi gulma


BAB  I
PENDAHULUAN

1.1  latar belakang
Pada umumnya dipandang dari manfaat yang didapat, tumbuhan dibagi menjadi dua yaitu, tanaman yaitu tumbuhan yang menguntungkan dan dibudidayakan dan tumbuhan yang merugikan. Tumbuhan yang menguntungkan disebut tanaman yaitu tumbuhan yang dibudidayakan oleh manusia atau sengaja untuk ditanam karena mempunyai nilai ekonomis yang menjanjikan. Sedangkan tumbuhan yang merugikan adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya dalam kegiatan budidaya atau dalam ilmu pertanian, karena dapat merugikan dalam hal menurunkan hasil produksi yang bisa dicapai oleh tanaman budidaya disebut gulma. 
Kehadiran gulma sebagai organisme pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan dengan tanaman pokok (tanaman budidaya) dalam hal penyerapan unsur-unsur hara, penangkapan cahaya, penyerapan air dan ruang lingkup, mengotori kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-biji gulma, dapat mengeluarkan zat atau cairan yang bersifat toksin (racun) serta sebagai tempat hidup atau inang tempat berlindungnya hewan-hewan kecil, insekta dan hama sehingga memungkinkan hewan-hewan tersebut dapat berkembang biak dengan baik, mengganggu kelancaran pekerjaan para petani, sebagai perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia, menaikkan biaya-biaya usaha pertanian dan menurunkan produktivitas.
Dalam kurun waktu yang panjang, kerugian akibat gulma dapat lebih besar daripada kerugian akibat hama atau penyakit. Oleh karena itu, untuk menangani masalah gulma, maka perlu dilakukan identifikasi gulma yang dimaksudkan untuk membantu para petani dalam usaha menentukan program pengendalian gulma secara terarah sehingga produksi dapat ditingkatkan sebagaimana yang diharapkan. Adapun pengendalian gulma dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara preventif (pencegahan), secara fisik, pengendalian gulma dengan sistem budidaya, secara biologis, secara kimiawi dan secara terpadu.

1.2  Tujuan



BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Sifat Gulma
Gulma mudah tumbuh pada setiap tempat atau daerah yang berbeda-beda, mulai dari tempat yang miskin nutrisi sampai tempat yang kaya nutrisi, dapat bertahan hidup pada daerah kering, lembab bahkan tergenang, mampu beregenerasi atau memperbanyak diri besar sekali, dapat berkembang biak dengan cepat, mempunyai zat berbentuk senyawa kimia seperti cairan berupa toksin (racun) yang dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tanaman pokok, bagian-bagian tumbuhan gulma yang lain dapat tumbuh menjadi individu gulma yang baru, seperti akar, batang, umbi dan lain sebagainya, sehingga memungkinkan gulma unggul dalam persaingan (berkompetisi) dengan tanaman budidaya, dapat dibedakan menjadi beberapa golongan atau kelompok berdasarkan bentuk daun, daerah tempat hidup (habitat), daur atau siklus hidup, sifat botani dan morfologi,serta cara perkembangbiakan (). 

2.2  Jenis Gulma
Berdasarkan karaktristik yang dimiliki, gulma dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu teki, rumput, dan gulma daun lebar.
1.    Teki
Kelompok teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanis, karena memiliki umbu batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan – bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
2. Gulma ddaun sempit (Rumput)
Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon. Stolon ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik. Contohnya adalah alang – alang (Imperata cylindrica).
3. Gulma daun lebar
Berbagai macam gulma dari ordo Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Contoh dari gulma berdaun lebar ini adalah daun sendok

2.3 pra pengendalian gulma
Program pengendalian gulma yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu dipikirkan terlebih dahulu. Pengetahuan tentang biologis dari gulma (daur hidup), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gulma, pengetahuan mengenai cara gulma berkembang biak, menyebar dan bereaksi dengan perubahan lingkungan dan cara gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda-beda sangat penting untuk diketahui dalam menentukan arah program pengendalian. Keberhasilan dalam pengendalian gulma harus didasari dengan pengetahuan yang cukup dan benar dari sifat biologi gulma tersebut, misalnya
a) dengan melakukan identifikasi,
b) mencari dalam pustaka tentang referensi gulma tersebut
c) serta bertanya pada para pakar atau ahli gulma.
Ketiga cara ini merupakan langkah pertama untuk menjajaki kemungkinan cara pengendalian yang tepat (Ariance Y. Kastanja, 2011).



BAB  III
METODOLOGI


3.1 Waktu Dan Tempat
Waktu  pelaksanaan praktikum yaitu pada hari senin tanggal  25  maret 2013, mulai dari jam 10.00 – 11.00 WIB dan tempat pelaksanaan praktikum yaitu dilaksanakan di areal sekitar kampus CWE..
3.2 Alat Dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
Ø  Alat tulis
Ø  Camera

3.3 Pelaksanaan Praktikum

 Adapun pelaksanaan praktikum di lakukan pada areal sekitar kampus yang dilakukan pada hari senin tanggal 25 maret pukul 10 -11,00 WIB, praktikum di lakukan dengan cara mencari dan mengidentifikasi jenis gulma lalu mencari mnama ilmiah dari gulma tersebut, dan di akhiri dengan pengambulan gambar gulma dan penyusunan laporan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Praktikum
No
Jenis gulma
golongan gulma
1
 Cleome rutidosperma (maman ungu)
Berdaun lebar
2
Echinochloa crus-galli
Berdaun sempit
3
Kyllinga manocephala rottb ( teki udel-udelan )
Teki
4
Ipomoea aguatica (kangkung)
Berdaun lebar
5
 Limnocharis flaval ( genjer )
Berdaun lebar

4.2 Pembahasan
 4.2.1  Maman Ungu (Cleome rutidosperma D.C.)
1. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Capparidales
Suku : Capparidaceae
Marga :Cleome
Jenis : Cleome rutidospermae D.C.
(Backer & van den Brink, 1965)

2. Morfologi Tanama
 Herba tegak, merambat atau tumbuh merangkak tinggi 0.15-0,80 m, berbunga sepanjang tahun. Daun mahkota bunga dengan ujung runcing seperti cakar, panjang 9-12 mm; di Jawa berwarna biru; bulu-bulu halus yang pendek; tangkai buah 20-30 mm; batang (berbentuk kapsul) yang masak berada di atas goresan daun berangsur-angsur meruncing seperti paruh; diameter biji 1,75-2 mm, elaiosom keputihan; helaian daun biasanya 3, bentuk daun memanjang atau bulat memanjang, tajam atau tumpul, dengan bulu-bulu tebal pendek; batang 0,5-2 cm dengan duri tipis.Dikenal dengan nama Maman ungu (Waterhouse&Mitchell,1998).

3. Habitat dan Penyebaran
Ditemukan di pinggir jalan, sawah, ladang. Juga ditemukan hidup sebagai epifit pada batu dan kayu. Terutama banyak ditemukan diKalimantan (Waterhouse&Mitchell,1998).

4. Kandungan Kimia dan kegunaan
Anggota famili Capparaceae mengandung tioglukosida (dikenal sebagai glukosinolat) yang melepaskan isotiosianat (minyak menguap) jika tanaman dihancurkan. Selain itu tanaman ini juga mengandung alkaloid dan flavonoid yang jenisnya belum diketahui (Mitchell et al.,2003).
Kegunaan
Pustaka maupun penelitian ilmiah mengenai khasiat Cleome rutidosperma D.C ini masih sangat terbatas dan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitasnya belum diketahui dengan pasti. Cleome rutidosperma dapat digunakan sebagai antifeedant (pengganti herbisida) untuk hama tanaman Brassica yaitu jenis Plutella xylostella (L.). Minyak menguapnya mempunyai aktivitas dapat mengiritasi kulit dan mungkin juga aktivitas kontak alergenik (Mitchell et al.,2003).
5. Penelitian Antikanker
Walaupun belum banyak diteliti, namun ternyata mengandung golongan senyawa potensial antikanker, seperti alkaloida dan flavonoida, yang keduanya berpotensi sebagai regulator negatif onkogen (kelompok gen pengatur daur sel) dan regulator positif gen tumor suppressor, sehingga berpotensi sebagai anti-kanker (Shapiro and Harper, 1999). Regulasi negatif onkogen akan menghentikan proliferasi sel kanker pada fase tertententu dari daur sel. Sebagai gen tumor suppressor, seperti protein p53 dan protein Retinoblastoma (pRb). Protein Rb mampu mengikat protein E2F (faktor replikasi), sehingga siklus sel akan dihambat (Gibbs, 2000). Contohnya alkaloida pada tapak dara (Chatarathus roseus (L.) G. Don) yang mampu menghentikan mitosis sel kanker pada metafase (Irna, 2001). Sedangkan flavonoida dapat menginduksi apoptosis melalui penghambatan aktivitas Topoisomerase DNA I/II, penurunan ROS (Reactive Oxygen Species), pelepasan sitokrom C, aktivasi endonuklease dan penurunan Mcl 1. Mekanisme flavonoid sebagai antiproliferatif sel kanker juga dapat melalui inaktivasi senyawa karsinogen (berkaitan dengan interaksi antara flavonoida dengan enzim yang berperan dalam metabolisme, misalnya enzim Gluthation S-Transferase), menghambat angiogenesis dan sebagai antioksidan (Pan et al., 2003). Anggota familia Capparaceae ini juga memiliki kandungan glukosinolat dan produk degradasinya, isotiosianat (Mitchell et al.,2003). Glukosinolat mampu memacu aktivitas zat antioksidan dan mekanisme detoksifikasi. Sedangkan isotiosianat dapat menghambat pertumbuhan tumor dan perkembangan kanker. Dari hasil penelitian American Health Foundation, tentang pengaruh konsumsi brokoli yang mengandung isotiosianat selama 11 tahun, diketahui orang yang kurang mengkonsumsi brokoli beresiko kanker paru 36 persen lebih tinggi (Anonim, 2003).






4.2.2 Echinochloacrus – galli


 Botani Echinochloa crus-galli
Rumput E. crus-galli merupakan tumbuhan annual kelas Monocotyledon
famili Poaceae/Graminae dan mempunyai nama lain Panicum crus-galli (IRRI,
1983). Klasifikasi botani gulma E. crus-galli adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Cyperales
Famili : Poaceae
Genus : Echinochloa Beauv.
Spesies : Echinochloa crus-galli (L.) Beauv
E. crus-galli diperkirakan berasal dari Eropa dan India, tersebar pada daerah tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara dan Asia selatan serta Australia (Waterhouse, 1994). Menurut Moenandir (1993) rumput ini dapat ditemui di Indonesia dan dikenal dengan nama gagajahan (Sunda), jajagoan, padi burung, jawan, jawan pari atau suket ngawan (Jawa). E. crus-galli termasuk tumbuhan C4 yang merupakan salah satu anggota yang paling penting dari genus Echinochloa. Jenis gulma ini memililki penyebaran yang paling luas di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara dan berperan sebagai gulma pada 36 jenis tanaman budidaya di 61 negara (Jones, 1985; Galinato et al., 1999).

Morfologi E. crus-galli

Rumput E. crus-galli sangat mirip dengan padi bila masih muda (Kasasian, 1971). E. crus-galli termasuk tumbuhan tahunan yang memiliki perawakan tegak, berberías. Jenis rumput ini memiliki tinggi sekitar 20-150 cm (Soerjani et al., 1987). Galinato et al. (1999) menambahkan bahwa tinggi E. crus-galli bisa mencapai 200 cm. Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian gulma E. Crus-galli.

1.      Daun
Daun E. crus-galli pada saat masih muda sangat mirip dengan daun padi. Daerah pangkal daun dapat digunakan untuk membedakan daun E. crus-galli dan daun padi. Pangkal daun E. crus-galli tidak memiliki ligula dan aurikel, sedangkan pangkal daun padi memiliki ligula yang bermembran dan aurikel yang
berbulu (Itoh, 1991).
E. crus-galli memiliki daun yang tegak atau rebah pada dasarnya. Daunnya memiliki ukuran panjang sampai 35 cm dan lebar 0.5-1.5 cm. Warna daun rumput
ini hijau sampai hijau keabuan. Setiap daun memiliki pelepah yang tidak berambut dan memiliki panjang 9-13 cm (Waterhouse, 1994). Pelepah daun umumnya berwarna kemerahan di bagian bawahnya. Helaian daun berukuran 5- 65 cm x 6-22 mm, bersatu dengan pelepah, berbentuk linear dengan bagian dasar yang lebar dan melingkar dan bagian ujung yang meruncing. Permukaan daun rata, agak kasar dan menebal di bagian tepi (Duke, 1996). Helaian daun memiliki beberapa rambut halus pada bagian dasarnya dan agak lebat pada permukaan daun
(Fishel, 2000).



Batang

Batang E. crus-galli kuat, tidak berambut dan berbentuk silindris dengan intisari yang menyerupai spons putih di bagian dalamnya (Sastroutomo, 1990).
Batang E. crus-galli umumnya bercabang di dekat pangkal batang (Waterhouse,
1994). Di lahan sawah, anakan pertama dari E. crus-galli muncul 10 hari setelah
perkecambahan, dan biasanya sekitar 15 anakan yang terbentuk (Galinato et al.,
1999)

Akar
E. crus-galli memiliki jenis akar yang berserat dan tebal. Akar E. crusgalli
dihasilkan pada setiap ruasnya (Soerjani et al., 1987).

Bunga

Pembungaan berupa panikel apikal atau malai yang berada di ujung dengan 5-40 bunga majemuk bulir yang mempunyai tipe raceme, dengan cabang-cabang pendek yang menaik. Bunga majemuknya terdiri dari banyak spikelet yang
berbelok pada satu sisi, berbentuk tegak pada awalnya tetapi selanjutnya sering membengkok ke bawah (Soerjani et al., 1987). Menurut Soerjani et al. (1987) panjang malai bisa mencapai 5-21 cm. Malai kaku dengan permukaan yang agak kasar. Bulir terbawah merupakan bulir yang paling panjang, sekitar 1.75-8 cm, sedangkan bulir yang paling atas sangat pendek. Setiap bulir terdapat susunan spikelet yang berselang-seling di setiap sisinya. Spikelet tersusun soliter pada bulir paling atas. Susunan spikelet bisa mencapai 2-4 spikelet pada bulir di bawahnya dan pada bulir bagian bawah susunan spikelet bisa mencapai 4-10 spikelet (Soerjani et al., 1987). Spikelet tebal dan padat, sedikit berbentuk elips dengan panjang 3.2-3.5 mm. Spikelet biasanya sedikit berambut dan terkadang terdapat rambut yang tebal dan kaku yang panjangnya dapat mencapai 13 mm. Spikelet berwarna kehijauan dan sedikit berwarna ungu (Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Stamen yang ada pada E. crus-galli berjumlah 3 dengan anther yang berwarna kuning. Jumlah putik ada 2 dengan stigma yang berbulu, berwarna ungu, menonjol keluar di bawah ujung spikelet. Caryopsis memiliki panjang 1.5-2
mm, berbentuk ovoid sampai obovoid (Galinato et al., 1999).

Biji
Lemma dari floret yang pertama memiliki permukaan yang datar atau sedikit cembung atau tumpul. Glume bagian bawah memiliki panjang sekitar 1.5- 2.5 mm, berbentuk ovate, memendek dan memiliki ujung yang memendek secara bertahap. Glume bagian atas memiliki panjang yang sama dengan spikelet, berbentuk ovate-oblong, runcing, memiliki rambut yang tebal dan kaku sepanjang
0.5-3 mm serta berambut pendek (Galinato et al., 1999).
Produksi benih bervariasi dari 2 000 – 40 000 benih per tanaman pada daerah bergulma. Hal tersebut menunjukkan bahwa E. crus-galli mampu menghasilkan lebih dari 1 000 kg benih/ha (Galinato et al., 1999).

Perbanyakan dan penyebaran

E. crus-galli memperbanyak diri secara generatif melalui biji. Jenis gulma
ini bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. E. crus-galli melakukan penyerbukan silang dengan menggunakan bantuan angin
(Itoh, 1991). E. crus-galli memiliki penyebaran yang sangat luas. Biji E. crus-galli dapat menyebar melalui saluran irigasi, hewan, burung, pengangkutan biji padi dan mesin pertanian atau peralatan pertanian lainnya (Itoh, 1991).

Syarat Ekologi

Cahaya
E. crus-galli tumbuh pada daerah dengan ketinggian yang rendah sampai sedang. Gulma ini tumbuh baik pada tempat dengan penyinaran penuh sepanjang tepi perairan (Soerjani et al., 1987). E. crus-galli membutuhkan waktu 42-64 hari untuk melengkapi siklus hidupnya. Benih akan langsung tumbuh setelah ditanam tetapi sebagian lagi mengalami dormansi selama 4-48 bulan. Fotoperiodisme mempengaruhi jumlah benih yang dorman dan intensitas dari dormansi tersebut (Zimdahl et al., 1989). Pembungaan dipengaruhi oleh panjang hari dimana pada hari pendek (8-13 jam) pembungaan lebih cepat terjadi. Jumlah malai dan anakan lebih besar pada hari pendek, tetapi ukurannya kecil. Pada hari panjang (16 jam), gulma ini menghasilkan malai dengan ukuran yang lebih besar dan jumlah benih yang lebih banyak (Galinato et al., 1999). E. crus-galli yang tumbuh pada daerah dengan penyinaran penuh memiliki bobot kering empat kali lebih besar serta jumlah malai dan anakan dua kali lebih banyak daripada E. crus-galli yang tumbuh pada daerah dengan naungan 50% (Galinato et al., 1999).


4.2.3  Kyllinga monocephala Rottb.


       I.            Sistematika Bahan
                           Kingdom         : Plantae
                           Divisi               : Spermatophyta
                           Subdivisi         : Angiospermae
                           Kelas              : Dicotyledoneae
                           Ordo               : Cyperales
                           Famili              : Cyperaceae
                           Genus              : Kyllinga
                           Species            : Kyllinga monocephala Rottb. 
                                                  Teki udel – udelan (nama daerah)
II.        Morfologi Tumbuhan
a.      Akar
Teki udel – udelan memiliki akar berupa akar rimpang pendek yang beruas-ruas dan memiliki percabangan yang merayap. Rimpang berwarna merah.

b.      Batang
Teki udel – udelan memiliki batang berbentuk segitiga yang tajam dengan tinggi batang 0,1 – 0,5 m. Batang  pada umumnya berwarna hijau.

c.       Daun
Teki udel – udelan memiliki daun yang panjangnya  2 – 4 cm dengan bentuk  garis sempit. Lebar daun teki udel – udelan ini 2 – 4 mm dan juga terdapat daun pembalut yang menutupi pelepah dan bongkol semu yang berbentuk kerucut.

d.      Bunga
Teki udel – udelan memiliki bunga yang  biasanya terletak di ujung pucuk pangkal dan memiliki banyak bulir. Tidak memiliki tenda bunga, benang sari berjumlah 3 dan cabang tangkai putik 2.

e.       Buah
Teki udel – udelan memiliki buah berbentuk bulat memanjang, sedikit gepeng, berwarna coklat muda, berjerawat halus dan teki udel – udelan memiliki panjang lebih kurang 1,5 mm.

f.       Biji
Teki udel – udelan memiliki biji berbentuk bulat. Biji berwarna putih, sangat ringan, dan ukurannya sangat kecil. Biji teki udel udelan memiliki bulu bulu dan keras.


4.2.4 Ipomoea aquatic (kangkung)


Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), Kangkung diklasifasikan sebagai berikut:
Kingdom        : lantae
Divisio            :Spermatophyta
Sub Divisio    :Angiospermae
Kelas               : icotyledoneae
Ordo                :Convolvulales
Famili              :Convolvulacae
Genus              :Ipomoea
Spesies            : Ipomoea aquatica.

2.      Morfologi Tanaman Kangkung.
Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabangnya akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air
Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung air (herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan merayap (menjalar).
Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru. Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama fase pertumbuhanya tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji terutama jenis kangkung darat. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk “terompet” dan daun mahkota bunga berwarna putih atau merah lembayung .
Buah kangkung berbentuk bulat telur yang didalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk buah kangkung seperti melekat dengan bijinya. Warna buah hitam jika sudah tua dan hijau ketika muda. Buah kangkung berukuran kecil sekitar 10 mm, dan umur buah kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-segi atau tegak bulat. Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji berkeping dua. Pada jenis kangkung darat biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman secara generative.




4.2.5  Limnocharis flava ( genjer )



Genjer (Limnocharis flava) merupakan tanaman terna, tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Konon asalnya dari Amerika, terutama bagian negara beriklim tropis. Selain daunnya, bunga genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok diolah menjadi tumisan, lalap, pecel, campuran gado-gado atau dibuat sayur bobor. Biasanya ditemukan bersama-sama dengan eceng gondok. Genjer adalah sumber sayuran “orang miskin”, yang dimakan orang desa apabila tidak ada sayuran lain yang dapat dipanen. Dalam bahasa internasional dikenal sebagai limnocharis, sawah-flower rush, sawah-lettuce, velvetleaf, yellow bur-head, atau cebolla de chucho. Tumbuhan ini tumbuh di permukaan perairan atau akarnya masuk ke dalam lumpur, tumbuhan tahunan; rimpang tebal dan tegak, tinggi tumbuhan dapat mencapai setengah meter; daun tegak atau miring, tidak mengapung, tangkainya panjang dan berlubang, helainya bervariasi bentuknya; mahkota bunga berwarna kuning dengan diameter 1.5cm, kelopak bunga hijau.
Deskripsi Morfologi Tanaman Genjer
  1. Deskripsi Daun
Daun merupakan salah satu bagian tumbuhan yang penting, dan pada umumnya setiap tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Daun ini hanya terdapat pada batang saja dan tidak pernah terdapat pada bagian lain dari tumbuhan. Bagian batang dimana daun itu melekat disebut dengan buku-buku (nodus).
Daun biasanya tipis, melebar, kaya akan suatu zat warna hijau yang dinamakan klorofil, oleh karena itu daun biasanya kebanyakan berwarna hijau, dan dari ciri umum itu memang sudah selaras dengan fungsi daun bagi tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagai:
  1. Pengambilan zat-zat makanan (resorbsi). Terutama yang berupa zat gas (CO2)
  2. Pengolahan zat-zat makanan (asimilasi)
  3. Penguapan air (transpirasi)
  4. Pernafasan (respirasi)
Tanaman genjer (Limocharis flava) merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun lengkap. Karena daun genjer mempunyai ketiga bagian-bagian daun itu. Jadi berdasarkan kelengkapan daun, tanaman genjer ini termasuk pada daun lengkap. Pada tanaman ini tidak ditemukan daun tambahan, dan jumlah helaian daun tanaman ini termasuk pada kategori daun tunggal (folium simplex). Berdasarkan susunan tulang daun, tanaman genjer memiliki tulang daun yang melengkung yaitu daun yang susunan tulang daunnya melengkung. Bagian daun terlebar pada genjer terletak pada bagian tengah helaian daun. Ujung distal helai daun (apex) meruncing (acuminatus). Tunggal, roset akar, bertangkai persegi, lunak, panjang 15-25 cm, helai daun lonjong, ujung meruncing pangkal tumpul, tepj rata, panjang 5-50 cm, lebar 4 25 cm, pertulangan sejajar, hija.
2.   deskripsi batang dan akar
  • Batang
Berdasarkan ada tidaknya batang, tumbuhan genjer ini termasuk pada tumbuhan berbatang jelas, karena batangnya terlihat dengan jelas. Berbeda dengan acaulis, selain tidak terlihat batangnya biasanya acaulis letak daun-daunnya sangat merapat. Berdasarkan sifat batang genjer termasuk pada batang basah (herba), karena batang ini biasanya mengandung air, tidak berkayu dan berwarna hijau. Batang tanaman genjer berbentuk bundar (globosus). Berdasarkan arah batang di atas tanah genjer memiiki batang yang tegak (erectus) dengan berarah tegak lurus ke atas.
  • Akar
Tumbuhan genjer ini biasa hidup di air, sawah ataupun rawa-rawa. Apabila dilihat tanaman ini mempunyai akar serabut. Akar lembaga dari tanaman ini dalam perkembangan selanjutnya mati atau kemudian disusul oleh sejumlah akar yang kurang lebih sama besar dan semuanya keluar dari pangkal batang. Akar-akar ini karena bukan berasal dari calon akar yang asli yang dinamakan akar liar, bentuknya seperti serabut, oleh karena itu dinamakan akar serabut (radix adventicia).
3.   deskripsi bunga
Berdasarkan pada letaknya, bunga pada tanaman genjer ini terdapat di ketiak daun (flos lateralis atau flos axillaries). Majemuk, bentuk payung, di ketiak daun, terdiri dari 3-15 kuntum, tangkai panjang 15-25 cm, hijau, kelopak lepas, bentuk kuku, hijau, benang sari 3, tangkaj putik kuning, kepala putik bulat, mahkota lepas, ujung melengkung ke dalam, kuning.
4.   deskripsi buah dan biji
Jika penyerbukan pada bunga telah terjadi dan kemudian diikuti pula oleh pembuahan, maka bakal buah akan tumbuh menjadi buah, dan bakal biji yang terdapat di dalam bakal buah akan tumbuh menjadi biji. Buah yang berasal hanya dari bakal buah disebur dengan buah sejati, dan jika terdapat jaringan tambahan lain yang menyusun buah maka disebut buah semu. Pada tumbuhan genjer buah yang dimiliki tidak akan mengalami perkembangan dengan berdaging, makanya buah dari tanaman genjer ini termasuk pada buah semu.
Biji berkembang dari bakal biji yang dibuahi. Biji merupakan alat perkembangbiakan yang utama, karena pada biji mengandung calom tumbuhan baru (tembaga). Biji dari genjer berbentuk bulat, kecil, dan berwarna hitam.

2.4.6 . Cara Pengendalian Gulma
Adapun cara pengendalian gulma yang umum dilakukan pada perkebunan adalah meliputi tiga metode atau cara yaitu diantaranya :
·         Mekanis : yaitu suatu metode pengendalian gulma tertentu pada lahan pertanian tertetu dengan bantuan mesin.
·         Kemis : yaitu suatu metode pengendalian gulma dengan mengunakan bahan racun pembasmi gulma dimana biasanya racun pembasmi gulma di klasifikasikan dalam beberapa jenis racun ada yang bersifat sistemik dan kontak serta di bedakan antara gulma berdaun lebar dan berdaun sempit serta gulma berkayu , adapun bahan aktif yang biasa di gunakan adalah untuk gulma berdaun lebar ( broadleaf) dikendalikan dengan herbisida kontak berbahan aktif parakuat diklorida atau parakol ( parakuat + diuron ), contohnya :  gramoxson, rolixson,…dll , adapun untuk gulma berdaun sempit baiasanya di gunakan racun yang bersifat sistemik dan berbahan aktif glifosat, seperti roun up, 486 As,,,dll.  Sedangkan untuk gulma anak kayu dikendalikan menggunakan bahan aktif triklopir contohnya garlon. Dan untuk mulsa yang berada di daerah berair biasanya di tambahkan bahan perekat agar racun dapat menempel dengan baik, biasanya berupa agristik.
·         Manual : adalah cara pengendalian gulma yang di lakukan dengan cara di babat ataupun di garuk.













BAB  V
PENUTUP


5.1 Kesimpulan

               Dari hasil praktikum yang teralah di lakukan dapat di tarik kesimpulan bahwa gulma terbagi menjadi tiga kategori yaitu : gulma berdaun sempit, gulma berdaun lebar dan gulma berkayu. Adapu cara pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara, kemis mekanis dan manual, bahan- bakan kimia yang dapat digunakan untuk mengendalikan dapat bersifat sistemik , diantaranya adalah roun up yang berbahan aktif glifosat, dan bahan racun yang berbahan aktif parakuat diklorida untuk bahan yang bersifat kontak.

5.2  Saran

               Karena tidak semua gulma itu bersifat pesaing perebutan unsure hara bagi tanaman maka sebaiknya penangananya di lakukan dengan baik dan benar.dan perlu di lakukan kajian yang lebih mendalah terhadap kerugin dan keuntungan yang di timbulkan oleh gulma serta pelung yang dimiliki oleh gulma tersebut untuk menjadi bahan pangan, maupun bahan opat yang baru.

No comments:

Post a Comment