BAB I
PENDAHULUAN
1.1
latar
belakang
Pada umumnya dipandang dari manfaat yang didapat,
tumbuhan dibagi menjadi dua yaitu, tanaman yaitu tumbuhan yang menguntungkan
dan dibudidayakan dan tumbuhan yang merugikan. Tumbuhan yang menguntungkan
disebut tanaman yaitu tumbuhan yang dibudidayakan oleh manusia atau sengaja
untuk ditanam karena mempunyai nilai ekonomis yang menjanjikan. Sedangkan
tumbuhan yang merugikan adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki keberadaannya
dalam kegiatan budidaya atau dalam ilmu pertanian, karena dapat merugikan dalam hal
menurunkan hasil produksi yang bisa dicapai oleh tanaman budidaya disebut gulma.
Kehadiran gulma sebagai organisme
pengganggu tanaman (OPT) pada lahan pertanian dapat mengakibatkan terjadinya
kompetisi atau persaingan dengan tanaman pokok (tanaman budidaya) dalam hal
penyerapan unsur-unsur hara, penangkapan cahaya, penyerapan air dan ruang
lingkup, mengotori kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh
biji-biji gulma, dapat mengeluarkan zat atau cairan yang bersifat toksin
(racun) serta sebagai tempat hidup atau inang tempat berlindungnya hewan-hewan
kecil, insekta dan hama sehingga memungkinkan hewan-hewan tersebut dapat
berkembang biak dengan baik, mengganggu kelancaran pekerjaan para petani,
sebagai perantara atau sumber hama dan penyakit, mengganggu kesehatan manusia,
menaikkan biaya-biaya usaha pertanian dan menurunkan produktivitas.
Dalam kurun waktu yang panjang,
kerugian akibat gulma dapat lebih besar daripada kerugian akibat hama atau
penyakit. Oleh karena itu, untuk menangani masalah gulma, maka perlu dilakukan
identifikasi gulma yang dimaksudkan untuk membantu para petani dalam usaha
menentukan program pengendalian gulma secara terarah sehingga produksi dapat
ditingkatkan sebagaimana yang diharapkan. Adapun pengendalian gulma dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan cara preventif (pencegahan),
secara fisik, pengendalian gulma dengan sistem budidaya, secara biologis,
secara kimiawi dan secara terpadu.
1.2
Tujuan
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Sifat Gulma
Gulma
mudah tumbuh pada setiap tempat atau daerah yang berbeda-beda, mulai dari
tempat yang miskin nutrisi sampai tempat yang kaya nutrisi, dapat bertahan
hidup pada daerah kering, lembab bahkan tergenang, mampu beregenerasi atau
memperbanyak diri besar sekali, dapat berkembang biak dengan cepat, mempunyai
zat berbentuk senyawa kimia seperti cairan berupa toksin (racun) yang dapat
mengganggu atau menghambat pertumbuhan tanaman pokok, bagian-bagian tumbuhan
gulma yang lain dapat tumbuh menjadi individu gulma yang baru, seperti akar,
batang, umbi dan lain sebagainya, sehingga memungkinkan gulma unggul dalam
persaingan (berkompetisi) dengan tanaman budidaya, dapat dibedakan menjadi
beberapa golongan atau kelompok berdasarkan bentuk daun, daerah tempat hidup
(habitat), daur atau siklus hidup, sifat botani dan morfologi,serta cara
perkembangbiakan ().
2.2 Jenis Gulma
Berdasarkan
karaktristik yang dimiliki, gulma dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu teki,
rumput, dan gulma daun lebar.
1.
Teki
Kelompok
teki – tekian memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanis,
karena memiliki umbu batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan –
bulan. Contohnya adalah teki ladang (Cyperus rotundus).
2. Gulma ddaun sempit (Rumput)
Gulma
dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki tetapi menghasilkan stolon.
Stolon ini di dalam tanah berbentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara
mekanik. Contohnya adalah alang – alang (Imperata cylindrica).
3. Gulma daun lebar
Berbagai
macam gulma dari ordo Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini
biasanya tumbuh pada akhir masa budi daya. Kompetisi terhadap tanaman utama
berupa kompetisi cahaya. Contoh dari gulma berdaun lebar ini adalah daun sendok
2.3
pra pengendalian gulma
Program
pengendalian gulma yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu
dipikirkan terlebih dahulu. Pengetahuan tentang biologis dari gulma (daur
hidup), faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gulma, pengetahuan mengenai cara
gulma berkembang biak, menyebar dan bereaksi dengan perubahan lingkungan dan
cara gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda-beda sangat penting untuk diketahui
dalam menentukan arah program pengendalian. Keberhasilan dalam pengendalian
gulma harus didasari dengan pengetahuan yang cukup dan benar dari sifat biologi
gulma tersebut, misalnya
a)
dengan melakukan identifikasi,
b)
mencari dalam pustaka tentang referensi gulma tersebut
c)
serta bertanya pada para pakar atau ahli gulma.
Ketiga
cara ini merupakan langkah pertama untuk menjajaki kemungkinan cara pengendalian
yang tepat (Ariance Y. Kastanja,
2011).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu Dan Tempat
Waktu
pelaksanaan praktikum yaitu pada
hari senin tanggal 25
maret 2013,
mulai dari jam 10.00 – 11.00
WIB
dan tempat pelaksanaan praktikum yaitu dilaksanakan di areal
sekitar kampus CWE..
3.2 Alat Dan Bahan
Adapun
alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
Ø Alat
tulis
Ø Camera
3.3 Pelaksanaan
Praktikum
Adapun
pelaksanaan praktikum di lakukan pada areal sekitar kampus yang dilakukan pada
hari senin tanggal 25 maret pukul 10 -11,00 WIB, praktikum di lakukan dengan
cara mencari dan mengidentifikasi jenis gulma lalu mencari mnama ilmiah dari
gulma tersebut, dan di akhiri dengan pengambulan gambar gulma dan penyusunan laporan.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
No
|
Jenis gulma
|
golongan gulma
|
1
|
Cleome rutidosperma (maman
ungu)
|
Berdaun lebar
|
2
|
Echinochloa crus-galli
|
Berdaun sempit
|
3
|
Kyllinga manocephala rottb ( teki
udel-udelan )
|
Teki
|
4
|
Ipomoea aguatica (kangkung)
|
Berdaun lebar
|
5
|
Limnocharis
flaval (
genjer )
|
Berdaun lebar
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Maman Ungu (Cleome
rutidosperma D.C.)
1. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Capparidales
Suku : Capparidaceae
Marga :Cleome
Jenis : Cleome rutidospermae D.C.
(Backer & van den Brink, 1965)
2. Morfologi Tanama
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Capparidales
Suku : Capparidaceae
Marga :Cleome
Jenis : Cleome rutidospermae D.C.
(Backer & van den Brink, 1965)
2. Morfologi Tanama
Herba tegak, merambat atau
tumbuh merangkak tinggi 0.15-0,80 m, berbunga sepanjang tahun. Daun mahkota
bunga dengan ujung runcing seperti cakar, panjang 9-12 mm; di Jawa berwarna
biru; bulu-bulu halus yang pendek; tangkai buah 20-30 mm; batang (berbentuk
kapsul) yang masak berada di atas goresan daun berangsur-angsur meruncing
seperti paruh; diameter biji 1,75-2 mm, elaiosom keputihan; helaian daun
biasanya 3, bentuk daun memanjang atau bulat memanjang, tajam atau tumpul,
dengan bulu-bulu tebal pendek; batang 0,5-2 cm dengan duri tipis.Dikenal dengan
nama Maman ungu (Waterhouse&Mitchell,1998).
3. Habitat dan Penyebaran
3. Habitat dan Penyebaran
Ditemukan di pinggir jalan, sawah, ladang. Juga ditemukan hidup
sebagai epifit pada batu dan kayu. Terutama banyak ditemukan diKalimantan
(Waterhouse&Mitchell,1998).
4. Kandungan Kimia dan kegunaan
4. Kandungan Kimia dan kegunaan
Anggota famili Capparaceae mengandung tioglukosida (dikenal sebagai
glukosinolat) yang melepaskan isotiosianat (minyak menguap) jika tanaman
dihancurkan. Selain itu tanaman ini juga mengandung alkaloid dan flavonoid yang
jenisnya belum diketahui (Mitchell et al.,2003).
Kegunaan
Pustaka maupun penelitian ilmiah
mengenai khasiat Cleome rutidosperma D.C ini masih sangat terbatas dan senyawa
yang bertanggung jawab terhadap aktivitasnya belum diketahui dengan pasti.
Cleome rutidosperma dapat digunakan sebagai antifeedant (pengganti herbisida)
untuk hama tanaman Brassica yaitu jenis Plutella xylostella (L.). Minyak
menguapnya mempunyai aktivitas dapat mengiritasi kulit dan mungkin juga
aktivitas kontak alergenik (Mitchell et al.,2003).
5. Penelitian Antikanker
Walaupun belum banyak diteliti, namun
ternyata mengandung golongan senyawa potensial antikanker, seperti alkaloida
dan flavonoida, yang keduanya berpotensi sebagai regulator negatif onkogen
(kelompok gen pengatur daur sel) dan regulator positif gen tumor suppressor,
sehingga berpotensi sebagai anti-kanker (Shapiro and Harper, 1999). Regulasi
negatif onkogen akan menghentikan proliferasi sel kanker pada fase tertententu
dari daur sel. Sebagai gen tumor suppressor, seperti protein p53 dan protein
Retinoblastoma (pRb). Protein Rb mampu mengikat protein E2F (faktor replikasi),
sehingga siklus sel akan dihambat (Gibbs, 2000). Contohnya alkaloida pada tapak
dara (Chatarathus roseus (L.) G. Don) yang mampu menghentikan mitosis sel
kanker pada metafase (Irna, 2001). Sedangkan flavonoida dapat menginduksi apoptosis
melalui penghambatan aktivitas Topoisomerase DNA I/II, penurunan ROS (Reactive
Oxygen Species), pelepasan sitokrom C, aktivasi endonuklease dan penurunan Mcl
1. Mekanisme flavonoid sebagai antiproliferatif sel kanker juga dapat melalui
inaktivasi senyawa karsinogen (berkaitan dengan interaksi antara flavonoida
dengan enzim yang berperan dalam metabolisme, misalnya enzim Gluthation
S-Transferase), menghambat angiogenesis dan sebagai antioksidan (Pan et al.,
2003). Anggota familia Capparaceae ini juga memiliki kandungan glukosinolat dan
produk degradasinya, isotiosianat (Mitchell et al.,2003). Glukosinolat mampu
memacu aktivitas zat antioksidan dan mekanisme detoksifikasi. Sedangkan
isotiosianat dapat menghambat pertumbuhan tumor dan perkembangan kanker. Dari
hasil penelitian American Health Foundation, tentang pengaruh konsumsi brokoli
yang mengandung isotiosianat selama 11 tahun, diketahui orang yang kurang
mengkonsumsi brokoli beresiko kanker paru 36 persen lebih tinggi (Anonim,
2003).
4.2.2
Echinochloacrus – galli
Botani
Echinochloa crus-galli
Rumput
E. crus-galli merupakan tumbuhan annual kelas Monocotyledon
famili
Poaceae/Graminae dan mempunyai nama lain Panicum crus-galli (IRRI,
1983).
Klasifikasi botani gulma E. crus-galli adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Monocotyledoneae
Subkelas
: Commelinidae
Ordo
: Cyperales
Famili
: Poaceae
Genus
: Echinochloa Beauv.
Spesies
: Echinochloa crus-galli (L.) Beauv
E. crus-galli diperkirakan
berasal dari Eropa dan India, tersebar pada daerah tropis dan sub tropis di
seluruh negara Asia Tenggara dan Asia selatan serta Australia (Waterhouse,
1994). Menurut Moenandir (1993) rumput ini dapat ditemui di Indonesia dan
dikenal dengan nama gagajahan (Sunda), jajagoan, padi burung, jawan, jawan pari
atau suket ngawan (Jawa). E. crus-galli termasuk tumbuhan C4 yang
merupakan salah satu anggota yang paling penting dari genus Echinochloa. Jenis
gulma ini memililki penyebaran yang paling luas di seluruh Asia Selatan dan
Asia Tenggara dan berperan sebagai gulma pada 36 jenis tanaman budidaya di 61
negara (Jones, 1985; Galinato et al., 1999).
Morfologi
E. crus-galli
Rumput E. crus-galli sangat mirip
dengan padi bila masih muda (Kasasian, 1971). E. crus-galli termasuk
tumbuhan tahunan yang memiliki perawakan tegak, berberías. Jenis rumput ini
memiliki tinggi sekitar 20-150 cm (Soerjani et al., 1987). Galinato et
al. (1999) menambahkan bahwa tinggi E. crus-galli bisa mencapai 200
cm. Gambar 1 menunjukkan bagian-bagian gulma E. Crus-galli.
1.
Daun
Daun E. crus-galli pada saat
masih muda sangat mirip dengan daun padi. Daerah pangkal daun dapat digunakan
untuk membedakan daun E. crus-galli dan daun padi. Pangkal daun E.
crus-galli tidak memiliki ligula dan aurikel, sedangkan pangkal daun padi
memiliki ligula yang bermembran dan aurikel yang
berbulu
(Itoh, 1991).
E.
crus-galli memiliki daun yang tegak atau rebah
pada dasarnya. Daunnya memiliki ukuran panjang sampai 35 cm dan lebar 0.5-1.5
cm. Warna daun rumput
ini
hijau sampai hijau keabuan. Setiap daun memiliki pelepah yang tidak berambut
dan memiliki panjang 9-13 cm (Waterhouse, 1994). Pelepah daun umumnya berwarna
kemerahan di bagian bawahnya. Helaian daun berukuran 5- 65 cm x 6-22 mm,
bersatu dengan pelepah, berbentuk linear dengan bagian dasar yang lebar dan
melingkar dan bagian ujung yang meruncing. Permukaan daun rata, agak kasar dan
menebal di bagian tepi (Duke, 1996). Helaian daun memiliki beberapa rambut
halus pada bagian dasarnya dan agak lebat pada permukaan daun
(Fishel,
2000).
Batang
Batang
E. crus-galli kuat, tidak berambut dan berbentuk silindris dengan intisari
yang menyerupai spons putih di bagian dalamnya (Sastroutomo, 1990).
Batang
E. crus-galli umumnya bercabang di dekat pangkal batang (Waterhouse,
1994).
Di lahan sawah, anakan pertama dari E. crus-galli muncul 10 hari setelah
perkecambahan,
dan biasanya sekitar 15 anakan yang terbentuk (Galinato et al.,
1999)
Akar
E.
crus-galli memiliki jenis akar yang berserat
dan tebal. Akar E. crusgalli
dihasilkan
pada setiap ruasnya (Soerjani et al., 1987).
Bunga
Pembungaan berupa panikel apikal atau
malai yang berada di ujung dengan 5-40 bunga majemuk bulir yang mempunyai tipe
raceme, dengan cabang-cabang pendek yang menaik. Bunga majemuknya terdiri dari
banyak spikelet yang
berbelok
pada satu sisi, berbentuk tegak pada awalnya tetapi selanjutnya sering membengkok
ke bawah (Soerjani et al., 1987). Menurut Soerjani et al. (1987)
panjang malai bisa mencapai 5-21 cm. Malai kaku dengan permukaan yang agak
kasar. Bulir terbawah merupakan bulir yang paling panjang, sekitar 1.75-8 cm,
sedangkan bulir yang paling atas sangat pendek. Setiap bulir terdapat susunan
spikelet yang berselang-seling di setiap sisinya. Spikelet tersusun soliter
pada bulir paling atas. Susunan spikelet bisa mencapai 2-4 spikelet pada bulir
di bawahnya dan pada bulir bagian bawah susunan spikelet bisa mencapai 4-10
spikelet (Soerjani et al., 1987). Spikelet tebal dan padat, sedikit
berbentuk elips dengan panjang 3.2-3.5 mm. Spikelet biasanya sedikit berambut
dan terkadang terdapat rambut yang tebal dan kaku yang panjangnya dapat
mencapai 13 mm. Spikelet berwarna kehijauan dan sedikit berwarna ungu
(Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Stamen yang ada pada E. crus-galli berjumlah
3 dengan anther yang berwarna kuning. Jumlah putik ada 2 dengan stigma yang
berbulu, berwarna ungu, menonjol keluar di bawah ujung spikelet. Caryopsis
memiliki panjang 1.5-2
mm,
berbentuk ovoid sampai obovoid (Galinato et al., 1999).
Biji
Lemma dari floret yang pertama memiliki
permukaan yang datar atau sedikit cembung atau tumpul. Glume bagian bawah
memiliki panjang sekitar 1.5- 2.5 mm, berbentuk ovate, memendek dan memiliki
ujung yang memendek secara bertahap. Glume bagian atas memiliki panjang yang
sama dengan spikelet, berbentuk ovate-oblong, runcing, memiliki rambut yang
tebal dan kaku sepanjang
0.5-3
mm serta berambut pendek (Galinato et al., 1999).
Produksi benih bervariasi dari 2 000 –
40 000 benih per tanaman pada daerah bergulma. Hal tersebut menunjukkan bahwa E.
crus-galli mampu menghasilkan lebih dari 1 000 kg benih/ha (Galinato et
al., 1999).
Perbanyakan
dan penyebaran
E.
crus-galli memperbanyak diri secara generatif
melalui biji. Jenis gulma
ini
bereproduksi dengan cara penyerbukan sendiri atau penyerbukan silang. E. crus-galli
melakukan penyerbukan silang dengan menggunakan bantuan angin
(Itoh,
1991). E. crus-galli memiliki penyebaran yang sangat luas. Biji E.
crus-galli dapat menyebar melalui saluran irigasi, hewan, burung,
pengangkutan biji padi dan mesin pertanian atau peralatan pertanian lainnya
(Itoh, 1991).
Syarat
Ekologi
Cahaya
E. crus-galli tumbuh
pada daerah dengan ketinggian yang rendah sampai sedang. Gulma ini tumbuh baik
pada tempat dengan penyinaran penuh sepanjang tepi perairan (Soerjani et
al., 1987). E. crus-galli membutuhkan waktu 42-64 hari untuk
melengkapi siklus hidupnya. Benih akan langsung tumbuh setelah ditanam tetapi
sebagian lagi mengalami dormansi selama 4-48 bulan. Fotoperiodisme mempengaruhi
jumlah benih yang dorman dan intensitas dari dormansi tersebut (Zimdahl et
al., 1989). Pembungaan dipengaruhi oleh panjang hari dimana pada hari
pendek (8-13 jam) pembungaan lebih cepat terjadi. Jumlah malai dan anakan lebih
besar pada hari pendek, tetapi ukurannya kecil. Pada hari panjang (16 jam),
gulma ini menghasilkan malai dengan ukuran yang lebih besar dan jumlah benih
yang lebih banyak (Galinato et al., 1999). E. crus-galli yang
tumbuh pada daerah dengan penyinaran penuh memiliki bobot kering empat kali
lebih besar serta jumlah malai dan anakan dua kali lebih banyak daripada E.
crus-galli yang tumbuh pada daerah dengan naungan 50% (Galinato et al.,
1999).
4.2.3 Kyllinga monocephala Rottb.
I.
Sistematika Bahan
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi :
Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo
: Cyperales
Famili
:
Cyperaceae
Genus
: Kyllinga
Species
: Kyllinga
monocephala Rottb.
Teki udel – udelan (nama daerah)
Teki udel – udelan (nama daerah)
II.
Morfologi Tumbuhan
a.
Akar
Teki udel –
udelan memiliki akar berupa akar rimpang pendek yang beruas-ruas dan memiliki
percabangan yang merayap. Rimpang berwarna merah.
b. Batang
Teki udel – udelan memiliki batang
berbentuk segitiga yang tajam dengan tinggi batang 0,1 – 0,5 m. Batang
pada umumnya berwarna hijau.
c. Daun
Teki udel – udelan memiliki daun yang
panjangnya 2 – 4 cm dengan bentuk garis sempit. Lebar daun teki
udel – udelan ini 2 – 4 mm dan juga terdapat daun pembalut yang menutupi
pelepah dan bongkol semu yang berbentuk kerucut.
d. Bunga
Teki udel – udelan memiliki bunga
yang biasanya terletak di ujung pucuk pangkal dan memiliki banyak bulir.
Tidak memiliki tenda bunga, benang sari berjumlah 3 dan cabang tangkai putik 2.
e. Buah
Teki udel – udelan memiliki buah
berbentuk bulat memanjang, sedikit gepeng, berwarna coklat muda, berjerawat
halus dan teki udel – udelan memiliki panjang lebih kurang 1,5 mm.
f. Biji
Teki udel – udelan memiliki biji
berbentuk bulat. Biji berwarna putih, sangat ringan, dan ukurannya sangat
kecil. Biji teki udel – udelan memiliki
bulu – bulu dan keras.
4.2.4 Ipomoea aquatic (kangkung)
Kingdom : lantae
Divisio :Spermatophyta
Sub Divisio :Angiospermae
Kelas : icotyledoneae
Ordo :Convolvulales
Famili :Convolvulacae
Genus :Ipomoea
Spesies : Ipomoea aquatica.
2.
Morfologi Tanaman Kangkung.
Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu
tahun. Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang-cabangnya
akar menyebar kesemua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 hingga 100
cm, dan melebar secara mendatar pada radius 150 cm atau lebih, terutama pada
jenis kangkung air
Batang kangkung bulat dan berlubang, berbuku-buku, banyak mengandung
air (herbacious) dari buku-bukunya mudah sekali keluar akar. Memiliki
percabangan yang banyak dan setelah tumbuh lama batangnya akan merayap
(menjalar).
Kangkung memiliki tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di
ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru.
Bentuk daun umumnya runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas
berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda. Selama
fase pertumbuhanya tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji
terutama jenis kangkung darat. Bentuk bunga kangkung umumnya berbentuk
“terompet” dan daun mahkota bunga berwarna putih atau merah lembayung .
Buah kangkung berbentuk bulat telur yang didalamnya berisi tiga
butir biji. Bentuk buah kangkung seperti melekat dengan bijinya. Warna buah
hitam jika sudah tua dan hijau ketika muda. Buah kangkung berukuran kecil
sekitar 10 mm, dan umur buah kangkung tidak lama. Bentuk biji kangkung bersegi-segi
atau tegak bulat. Berwarna cokelat atau kehitam-hitaman, dan termasuk biji
berkeping dua. Pada jenis kangkung darat biji kangkung berfungsi sebagai alat
perbanyakan tanaman secara generative.
4.2.5
Limnocharis
flava
( genjer )
Genjer (Limnocharis flava) merupakan
tanaman terna, tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Konon
asalnya dari Amerika, terutama bagian negara beriklim tropis. Selain daunnya,
bunga genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok diolah menjadi
tumisan, lalap, pecel, campuran gado-gado atau dibuat sayur bobor. Biasanya
ditemukan bersama-sama dengan eceng gondok. Genjer adalah sumber sayuran “orang
miskin”, yang dimakan orang desa apabila tidak ada sayuran lain yang dapat
dipanen. Dalam bahasa internasional dikenal sebagai limnocharis, sawah-flower
rush, sawah-lettuce, velvetleaf, yellow bur-head, atau cebolla de chucho.
Tumbuhan ini tumbuh di permukaan perairan atau akarnya masuk ke dalam lumpur, tumbuhan tahunan; rimpang tebal dan tegak, tinggi tumbuhan
dapat mencapai setengah meter; daun tegak atau miring, tidak mengapung,
tangkainya panjang dan berlubang, helainya bervariasi bentuknya; mahkota bunga berwarna kuning dengan diameter
1.5cm, kelopak bunga hijau.
Deskripsi
Morfologi Tanaman Genjer
- Deskripsi Daun
Daun merupakan salah satu bagian
tumbuhan yang penting, dan pada umumnya setiap tumbuhan mempunyai sejumlah
besar daun. Daun ini hanya terdapat pada batang saja dan tidak pernah terdapat
pada bagian lain dari tumbuhan. Bagian batang dimana daun itu melekat disebut
dengan buku-buku (nodus).
Daun biasanya tipis, melebar, kaya
akan suatu zat warna hijau yang dinamakan klorofil, oleh karena itu daun
biasanya kebanyakan berwarna hijau, dan dari ciri umum itu memang sudah selaras
dengan fungsi daun bagi tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagai:
- Pengambilan zat-zat makanan (resorbsi). Terutama
yang berupa zat gas (CO2)
- Pengolahan zat-zat makanan (asimilasi)
- Penguapan
air (transpirasi)
- Pernafasan
(respirasi)
Tanaman genjer (Limocharis flava)
merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun lengkap.
Karena daun genjer mempunyai ketiga bagian-bagian daun itu. Jadi berdasarkan
kelengkapan daun, tanaman genjer ini termasuk pada daun lengkap. Pada tanaman
ini tidak ditemukan daun tambahan, dan jumlah helaian daun tanaman ini termasuk
pada kategori daun tunggal (folium simplex). Berdasarkan susunan tulang daun,
tanaman genjer memiliki tulang daun yang melengkung yaitu daun yang susunan
tulang daunnya melengkung. Bagian daun terlebar pada genjer terletak pada
bagian tengah helaian daun. Ujung distal helai daun (apex) meruncing
(acuminatus). Tunggal, roset akar, bertangkai persegi, lunak, panjang 15-25 cm,
helai daun lonjong, ujung meruncing pangkal tumpul, tepj rata, panjang 5-50 cm,
lebar 4 25 cm, pertulangan sejajar, hija.
2. deskripsi batang dan
akar
- Batang
Berdasarkan ada tidaknya batang,
tumbuhan genjer ini termasuk pada tumbuhan berbatang jelas, karena batangnya
terlihat dengan jelas. Berbeda dengan acaulis, selain tidak terlihat batangnya
biasanya acaulis letak daun-daunnya sangat merapat. Berdasarkan sifat batang
genjer termasuk pada batang basah (herba), karena batang ini biasanya
mengandung air, tidak berkayu dan berwarna hijau. Batang tanaman genjer
berbentuk bundar (globosus). Berdasarkan arah batang di atas tanah genjer
memiiki batang yang tegak (erectus) dengan berarah tegak lurus ke atas.
- Akar
Tumbuhan genjer ini biasa hidup di
air, sawah ataupun rawa-rawa. Apabila dilihat tanaman ini mempunyai akar
serabut. Akar lembaga dari tanaman ini dalam perkembangan selanjutnya mati atau
kemudian disusul oleh sejumlah akar yang kurang lebih sama besar dan semuanya
keluar dari pangkal batang. Akar-akar ini karena bukan berasal dari calon akar
yang asli yang dinamakan akar liar, bentuknya seperti serabut, oleh karena itu
dinamakan akar serabut (radix adventicia).
3. deskripsi bunga
Berdasarkan pada letaknya, bunga
pada tanaman genjer ini terdapat di ketiak daun (flos lateralis atau flos
axillaries). Majemuk, bentuk payung, di ketiak daun, terdiri dari 3-15 kuntum,
tangkai panjang 15-25 cm, hijau, kelopak lepas, bentuk kuku, hijau, benang sari
3, tangkaj putik kuning, kepala putik bulat, mahkota lepas, ujung melengkung ke
dalam, kuning.
4. deskripsi buah dan biji
Jika penyerbukan pada bunga telah
terjadi dan kemudian diikuti pula oleh pembuahan, maka bakal buah akan tumbuh
menjadi buah, dan bakal biji yang terdapat di dalam bakal buah akan tumbuh
menjadi biji. Buah yang berasal hanya dari bakal buah disebur dengan buah
sejati, dan jika terdapat jaringan tambahan lain yang menyusun buah maka
disebut buah semu. Pada tumbuhan genjer buah yang dimiliki tidak akan mengalami
perkembangan dengan berdaging, makanya buah dari tanaman genjer ini termasuk
pada buah semu.
Biji berkembang dari bakal biji yang
dibuahi. Biji merupakan alat perkembangbiakan yang utama, karena pada biji
mengandung calom tumbuhan baru (tembaga). Biji dari genjer berbentuk bulat,
kecil, dan berwarna hitam.
2.4.6 . Cara Pengendalian Gulma
Adapun cara pengendalian gulma yang
umum dilakukan pada perkebunan adalah meliputi tiga metode atau cara yaitu
diantaranya :
·
Mekanis : yaitu suatu metode pengendalian gulma tertentu
pada lahan pertanian tertetu dengan bantuan mesin.
·
Kemis : yaitu suatu metode pengendalian gulma dengan
mengunakan bahan racun pembasmi gulma dimana biasanya racun pembasmi gulma di
klasifikasikan dalam beberapa jenis racun ada yang bersifat sistemik dan kontak
serta di bedakan antara gulma berdaun lebar dan berdaun sempit serta gulma
berkayu , adapun bahan aktif yang biasa di gunakan adalah untuk gulma berdaun
lebar ( broadleaf) dikendalikan dengan herbisida kontak berbahan aktif parakuat
diklorida atau parakol ( parakuat + diuron ), contohnya : gramoxson, rolixson,…dll , adapun untuk gulma
berdaun sempit baiasanya di gunakan racun yang bersifat sistemik dan berbahan
aktif glifosat, seperti roun up, 486 As,,,dll.
Sedangkan untuk gulma anak kayu dikendalikan menggunakan bahan aktif
triklopir contohnya garlon. Dan untuk mulsa yang berada di daerah berair
biasanya di tambahkan bahan perekat agar racun dapat menempel dengan baik,
biasanya berupa agristik.
·
Manual : adalah cara pengendalian gulma yang di lakukan
dengan cara di babat ataupun di garuk.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang teralah di lakukan
dapat di tarik kesimpulan bahwa gulma terbagi menjadi tiga kategori yaitu :
gulma berdaun sempit, gulma berdaun lebar dan gulma berkayu. Adapu cara
pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara, kemis mekanis dan manual, bahan-
bakan kimia yang dapat digunakan untuk mengendalikan dapat bersifat sistemik ,
diantaranya adalah roun up yang berbahan aktif glifosat, dan bahan racun yang
berbahan aktif parakuat diklorida untuk bahan yang bersifat kontak.
5.2 Saran
Karena tidak semua gulma itu bersifat pesaing
perebutan unsure hara bagi tanaman maka sebaiknya penangananya di lakukan
dengan baik dan benar.dan perlu di lakukan kajian yang lebih mendalah terhadap
kerugin dan keuntungan yang di timbulkan oleh gulma serta pelung yang dimiliki
oleh gulma tersebut untuk menjadi bahan pangan, maupun bahan opat yang baru.